Kamis, 22 September 2011

Belajar dari DUA KOREA

Berkaca dari dua KOREA


Berkaca dari negara yang bersamaan merdeka dari penjajahan jepang, yang merdeka tgl 15 agustus 1945 yaitu bangsa KOREA, Jelas bangsa Indonesia saat ini bisa membuktikan bahwa sistem dan kebijakan pemerintah yang berbeda akan menghasilkan hasil yang sangat berbeda pula .

Dari Akar Budaya yang sama bangsa korea yang terpecah menjadi 2 negara, Korea Utara dan Korea selatan, keduanya saat ini terlihat sungguh sangat berbeda kesejahteraan rakyatnya. Ini Membuktikan bahwa pengaruh sistem dan kebijakan pemerintah sungguh sangat signifikan untuk membuat membuat seluruh komponen bangsa sejahtera bersama-sama atau tidak.

Ibarat Nuklir, reaksi berantai dari sebuah kebijakan pemerintahan yang berpihak kepada seluruh stake holder negara yang terus konsisten dijalankan ditambah pula kebijakan yang bisa mensinergikan semua komponen bangsa akan menjadi pemicu yang akan menjadi booming kesejahteraan bagi rakyat atau sebaliknya hanya sebagai penghambat bagi kesejahteraan rakyat dan hanya bisa untuk mensejahterakan segelintir orang atau golongan.

Korea yang terpecah menjadi 2 negara korea selatan dan korea utara yang saling berperang sejak 15 agustus 1948, akhirnya mengadakan gencatan senjata pada tahun 1953. Dari tahun 1953 tersebut mulailah kedua Negara tersebut membangun kekuatannya masing-masing dan setelah Empat Dasawarsa disisi selatan telah melompat menjadi negara yang sejahtera dan kemudian dengan cepat telah masuk sebagai negara maju dalam G20 kurang dari 50 th. Sedang disisi Utara (korea utara) dalam waktu yang sama masih menjadi negara dengan penduduknya yang miskin bahkan kekurangan pangan dan kesehatan, salah satunya bisa dilihat dari pendapatan perkapita dibawah $2000 dan angka kematian bayi yang cukup besar hingga mencapai 51% lebih, artinya dari 2 kelahiran bayi , satu orang bayi meninggal.

Korea selatan yg penduduknya kurang lebih 50 juta Jiwa, luas wilayah mencapai 100.000 km2 dengan kepadatan 500 orang/km2 telah mempunyai pendapatan perkapita hingga sebesar 20.000 USD. Bandingkan dengan korea utara yang bersamaan merdeka mempunyai luas wilayah 120.000km2 dengan penduduk 24 juta jiwa atau mempunyai kepadatan 200 orang /km2 hanya mempunyai pendapatan perkapita kurang dari 2000 USD. Jauh sekali pendapatan per kapitanya dibanding dengan korea selatan, bahkan lebih rendah dari Indonesia yang saat ini yang hampir mencapai 4000 USD perkapita.

Lihat Semboyan dari Korea Selatan, Korea Utara dan Indonesia dibawah :

· Korea Selatan :Bawalah keuntungan kepada seluruh rakyat

· Korea utara :Negara Makmur dan Kuat

· Indonesia :“Berbeda-beda tetapi tetap satu”

Apa yang terpikir oleh Anda dari semboyan-semboyan negara negara diatas dengan membayangkan pencapaian kesejahteraan bagi rakyatnya saat ini di masing-masing negara?

Dari Semboyan bangsa Korea Selatan diatas jelas keberpihakan pemerintah korea selatan untuk membawa keuntungan bagi kesejahteraan seluruh rakyat, Sedang Korea Utara hanya berfokus pada Rezim pemerintah yang kuat dan tidak dapat digoyahkan oleh rakyatnya sendiri, maupun oleh bangsa lain, sedang kemakmuran hanya untuk negara yang notabene adalah pemerintah dan golongan yang mendukungnya.

Bagaimana dengan semboyan Indonesia, Sepertinya hanya bertujuan menegakan negara kesatuan Republik Indonesia dan belum ada tersirat tujuan lebih jauh untuk mensejahterakan seluruh rakyat, ini bisa dikatakan begitu jika kita tidak mau melihat jauh lebih dalam ke dasar negara kita, Tetapi semboyan ini penting karena menjadi pemicu yang menjiwai setiap gerak langkah bangsa. Seperti nama sebuah Brand atau merek yang memberi image sebuah produk perusahaan, maka semboyan negara, biasanya tidak lebih panjang dari satu kalimat, mudah diingat dan agar bisa masuk dalam bawah sadar setiap warga negara, yang menjadi pemicu gerak langkah warganya, sepertinya semboyan bangsa korea selatan “Bawalah keuntungan kepada seluruh rakyat” telah menjiwai gerak langkah bangsa korea selatan sehingga mereka benar-benar bergerak sinergis dan bisa lebih cepat memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Sedangkan Korea Utara yang mempunyai akar budaya yang sama, lahir dari bangsa yang sama seperti bangsa Korea Selatan sungguh sangat jauh tertinggal bila dilihat dari kesejahteraan rakyatnya yang tercermin dari pendapatan perkapita dan indeks kesehatan rakyatnya.

Dari sistem dasar pemerintahan, Indonesia sama seperti korea selatan yang menganut tiga pilar kekuasaan yaitu Legislatif, Judikatif, dan Eksecutif, Tetapi mengapa Korea Selatan jauh sekali melampaui Indonesia ? Proposal ini tidak akan membahas lebih dalam tentang perbandingan sistem dasar negara, semboyan dan hal lainnya, tetapi hanya menunjukan bahwa kebijakan pemerintah sangat penting dan sangat berperan untuk menjadi pemicu bagi kesejahteraan rakyatnya seperti ditunjukkan oleh korea selatan atau kebijakan pemerintah bisa menjadi penghambat bagi kesejahteraan rakyat sperti yang ditunjukn oleh korea utara .

Jadi kita tidak usah risau dulu dengan akar budaya kita, karena yang terpenting dan segera kita lakukan sebagai orang yang berkecimpung di BUMN Industri adalah prioritas kebijakan pemerintah terhadap BUMN yang bisa lebih memepercepat peningkatkan daya saing Industri yang ujung-ujungnya bisa membantu memberikan kesejahkteraan seluruh rakyat.

II.Benchmarking dengan Kebijakan Industri di Korea Selatan.

Setelah lebih dari empat dasawarsa pembangunan industri, Indonesia masih tergolong sebagai negara pengimpor teknologi maju, yakni melalui mekanisme lisensi teknis, investasi langsung asing, impor barang modal dan kegiatan perdagangan internasional (Thee 2005). Tak heran bila ditinjau lebih lanjut berdasarkan faktor tingkat perkembangan teknologi, daya saing negara kita berada jauh di posisi ke-91. Kondisi ini jauh berbeda dengan Korea Selatan yang juga mengembangkan industrialisasinya dalam kurun waktu yang sama. Korea Selatan dengan indeks daya saing global di posisi ke-22, berada pada peringkat ke-19 berdasarkan faktor tingkat perkembangan teknologi. Saat ini Korea telah tumbuh menjadi salah satu kekuatan ekonomi utama dunia dan termasuk dalam negara industri maju. Kepemimpinan Korea dalam beberapa sektor industri seperti semikonduktor, elektronik dan teknologi informasi telah diakui dunia.

Korea Selatan saat ini merupakan salah satu kekuatan ekonomi utama dunia. Di kancah global negara ini tercatat sebagai pengekspor terbesar keenam. Kekuatan ekonominya terutama dibangun oleh daya saing di bidang manufaktur, khususnya di sektor industri semikonduktor, peralatan telekomunikasi, elektronik, otomotif, petrokimia, komputer, perkapalan dan baja. Beberapa permasalahan khas negara berkembang pernah dialami negara ini, namun berkat pendekatan kebijakan pemerintah yang efektif upaya tersebut menunjukkan keberhasilan. Dalam kaitan ini salah satu hal yang menonjol adalah integrasi pengembangan universitas riset dengan kebijakan industri nasional.

Dari pengalaman korea selatan, pengembangan teknologi tidak seperti negara maju pada umumnya yang dimulai dari inovasi , pengembangan produk dan komersialisasi, tetapi dimulai dari imitasi. Dipermulaanya kemampuan untuk belajar/meniru lebih utama daripada kemampuan inovasi.

Pembelajaran Teknologi di Korea dapat dibagi dalam tiga tahapan :

1. Assimilasi terhadap teknologi yang diimpor (1960-1970).

Assimilasi dengan teknologi luar dengan lisensi, formal teknologi transfer, sub contractor dan yang perlu dicatat bahwa korea selatan tidak berhenti pada industri yang sunset, tetapi diatur agar mulai dari teknology yang terbawah mulai dari aktifitas perakitan (assembling) sampai diperoleh kapabilitas untuk membuat teknologi baru.

2. Production base Inovation (1980-1990).

Setelah mempunyai kemampuan produksi yang terakumulasi sampai tahun 1970an, Korea bisa meningkatkan teknologi yang diimport melalui proses Inovasi termasuk juga peningkatan kualitas . Akhirnya Korea mampu menciptakan model yang lebih canggih dari produk kendaraan bermotor (hyundai, KIA), kapal dan baja (POSCO) . Dalam periode inilah pemerintah Korea secara intensif mendorong peran universitas riset sebagai salah satu faktor kunci pembangunan ekonominya.

3. Teknologi terdepan (1990-up).

Tahap Inovasi yang telah menginvestasikan riset dan development berhasil membuahkan teknologi terdepan dalam bidang telepon genggam (handphone), bateray generasi baru , dan IT Industri yang lain (Samsung , LG). Ini semua karena kebijakan pemerintah korea selatan untuk memicu pembelajaran dan pengembangan teknologi dari teknologi rendah sampai tingkat yang tinggi , Industri yang dinamis dan berkembang sampai bisa bersaing dalam pasar dunia.

Studi Yang (2009) menjelaskan tiga tahapan periodisasi kebijakan pemerintah yang mendukung kemitraan universitas-industri. Pada tahap awal di tahun 1963-1997 beberapa kebijakan diluncurkan, misalnya Industrial Education and Industrial-Academic Cooperation Promotion Act pada tahun 1963. Kebijakan-kebijakan ini lebih menekankan pada aspek pendidikan dan pelatihan yang mendukung ketersediaan tenaga kerja industri. Beberapa proyek penelitian nasional telah diperkenalkan pada 1982. Seiring dengan geliat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan tahapan industrialisasinya, pada periode kedua (1998-2003) pemerintah Korea mengeluarkan serangkaian mekanisme insentif dan pembangunan infrastruktur guna mendorong kemitraan universitas-industri dalam kegiatan-kegiatan riset. Selanjutnya, sejak 2004 pemerintah berupaya memanfaatkan lebih lanjut kerjasama-kerjasama yang telah terbentuk untuk menopang sistem inovasi industri regional.

Bagian berikut akan memaparkan tiga kebijakan pemerintah yang berdampak langsung dalam terbentuknya sistem kerjasama tripartit antara pemerintah, kalangan industri dan perguruan tinggi. Ketiga kebijakan itu adalah: (1) reformasi mekanisme insentif perguruan tinggi, (2) pembangunan sistem dan infrastruktur pendukung dan (3) pengembangan kompetensi riset.

Kebijakan reformasi mekanisme insentif perguruan tinggi didasari oleh pemahaman bahwa universitas secara tradisional adalah institusi pendidikan. Beberapa kritik mempertanyakan seberapa jauh kurikulum dan kegiatan pendidikan di perguruan tinggi memiliki relevansi dengan upaya peningkatan daya saing nasional. Karenanya sejak 1994, pemerintah mulai melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pendidikan tinggi. Evaluasi tersebut meliputi manajemen inovasi universitas, kualitas pendidikan, kapasitas tenaga pendidik, sistem pendukung mahasiswa, infrastruktur, kemitraan universitas-industri, dan pengembangan spesialisasi strategis. Sejalan dengan evaluasi ini pemerintah menyediakan berbagai program insentif bagi kegiatan R&D dan pengembangan SDM universitas. Pada tahun 2005 misalnya, pemerintah Korea mengeluarkan dana sebesar 4.488 miliar won yang setara dengan 2,29% total anggaran belanja negara atau sebesar 0,56% PDB. Pola kemitraan universitas-industri juga mencakup kerjasama dengan usaha kecil dan menengah melalui Kibo Technology Funds.

Reformasi juga dilakukan terhadap sistem evaluasi kapasitas tenaga pengajar di universitas. Sistem evaluasi ini menyoroti jumlah dana penelitian, paten dan kerjama dengan perusahaan. Insentif terdapat publikasi ilmiah di jurnal-jurnal SCI juga mendapat proporsi yang besar. Selanjutnya di tahun 1997 pemerintah membuka peluang bagi universitas untuk menyediakan fasilitas bagi kerjasama-kerjasama bisnis dimana tenaga pengajar dapat terlibat langsung dalam kegiatan bisnis tersebut.

Kebijakan pembangunan sistem dan infrastuktur pendukung meliputi pembangunan wilayah industri yang terintegrasi dengan pengembangan SDM industri.

Kebijakan ini dilakukan di bawah National Science and Technology Council yang berdiri di tahun 1999. Badan ini merupakan institusi tertinggi dalam perencanaan dan pengembangan teknologi strategis di tingkat nasional yang dipimpin langsung oleh presiden. Dengan demikian pembangunan sistem dan infrastruktur pengembangan teknologi dapat berjalan selaras dengan strategi dan kebijakan industri nasional. Melalui Korea Science and Engineering Foundation (KOSEF) dan Korea Research Foundation (KRF) berbagai kerjasama riset universitas-industri memperoleh dukungan. Beberapa infrastruktur klaster riset dan industri dibangun dalam bentuk Science Park Development Program, Techno Park Building Program dan Industrial Complex Innovation Cluster Program. Demikian pula pembangunan institusi riset publik maupun universitas berbasis riset, seperti KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology).

Kebijakan pengembangan kompetensi riset bertujuan untuk meningkatkan kompetensi akademik di bidang pendidikan dan penelitian. Salah satu bentuknya adalah dengan mengevaluasi jumlah artikel yang dipublikasikan dalam jurnal SCI dan kerjasama institusional antara universitas dan perusahaan. Selain itu, pada tahun 2004-2008 proyek NURI diperkenalkan untuk menciptakan sinergi antara pengembangan spesialisasi kompetensi universitas dengan kebutuhan industri-industri yang berkembang di wilayahnya. Pada tahun 2006 saja pemerintah menyediakan anggaran sebesar 260 juta USD bagi proyek ini.

Sejak 1999 diperkenalkan proyek Brain Korea 21. Untuk proyek ini pemerintah Korea mengalokasikan 290 juta USD pada tahun 2006. Tujuan proyek ini adalah untuk: (a) menumbuhkan 10 besar universitas berorientasi riset di beberapa bidang kunci, (b) mendorong universitas-universitas di Korea untuk masuk dalam 10 besar publikasi jurnal SCI, dan (c) menjadi salah satu dari 10 negara terbesar dalam hal transfer teknologi dari universitas ke industri, yakni dari 10% di 2004 ke 20% di 2012.

Dalam hal ini patut dicatat bahwa berbagai upaya terobosan kebijakan pemerintah tersebut telah menimbulkan iklim kemitraan universitas-industri yang sehat dan berkelanjutan. Keberadaan mahasiswa-mahasiswa asing di Korea yang umumnya berasal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia sejak awal tahun 2000-an sebagian besar adalah berasal dari dukungan beasiswa proyek-proyek kemitraan R&D di universitas-universitas Korea. Mahasiswa-mahasiswa di tingkat pascasarjana tersebut dibutuhkan sebagai tenaga-tenaga riset untuk mengerjakan proyek-proyek kemitraan tersebut. Proyek-proyek R&D tersebut adalah berasal dari program kemitraan antara universitas dengan industri maupun universitas dengan pemerintah.

Kekuatan model pengembangan universitas riset di Korea Selatan terletak pada integrasinya dengan kebijakan industri nasional serta sifatnya yang berkelanjutan melalui kemitraan universitas-industri. Belajar dari pengalaman pengembangan universitas riset di negara ini, terdapat dua pokok pendekatan strategis yang dapat kita pelajari. Dua pendekatan ini kita sebut sebagai pendekatan promotif dan pendekatan mutualisme-pasar.

Daya saing bangsa kita saat ini tidak lagi dapat ditentukan oleh kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerjanya yang murah. Daya saing kita akan semakin ditentukan oleh tingkat kemandirian dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan inovasi industrial. Upaya membangun daya kompetitif bangsa ini harus dilaksanakan secara bersama dan sinergis antara pemerintah, perguruan tinggi dan dunia industri.

Kemampuan menghasilkan, memilih, menyesuaikan diri (adaptasi),

mengkomersialisasikan dan menggunakan pengetahuan sangat penting bagi

keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan standar hidup.

Potensi sumberdaya alam berlimpah yang dimiliki bangsa Indonesia saat

ini, harus dapat menjadi keunggulan yang bermanfaat dan menjadikan

bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan berpengaruh dalam

tatanan kehidupan pergaulan internasional dengan bangsa-bangsa lain, serta

mampu mensejahterakan dengan kemampuan pengelolaan yang mandiri.

Untuk membangun kemampuan kompetitif bangsa harus dilaksanakan

secara bersama-sama, konvergen dan sinergis. Dalam hal pengembangan

dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan

bangsa, komponen pemerintah, perguruan tinggi, dan industri harus

bersama-sama menyatukan potensi dalam satu jaringan kerja yang setara

dan sederajat untuk melakukan penelitian dan pengembangan secara

terorganisir dan sistematik. Apalagi dalam era globalisasi saat ini Indonesia

seperti negara berkembang lainnya dihadapkan pada tantangan munculnya

persaingan bebas dalam perdagangan antar bangsa. Adanya persaingan

bebas ini akan menyebabkan Indonesia “diserbu” berbagai macam produk

dan teknologi baru dari negara lain.

Hasil penelitian dari perguruan tinggi di Indonesia saat ini masih sangat sedikit dimanfaatkan oleh kalangan industri karena kurangnya kerja sama antara universitas-industri. Padahal, jika hasil penelitian dari perguruan tinggi dimanfaatkan industri, setidaknya akan mengurangi jumlah biaya riset yang dikeluarkan industri.

Selama ini riset perguruan tinggi sangat sedikit dimanfaatkan oleh industri karena kurangnya kerja sama antara universitas dan perguruan tinggi

Minimnya kerja sama antara perguruan tinggi dan industri ini disebabkan oleh masih sedikitnya jumlah riset yang mengarah ke bentuk paten dan diakui oleh dunia internasional. Ia memberi gambaran, hasil penelitian dalam bentuk artikel yang sudah masuk publikasi internasional masih sekitar 0,8 artikel per satu juta penduduk. Menurutnya, jumlah ini sangat sedikit dibandingkan dengan Malaysia dan Korea. Di Malaysia, jumlah artikel publikasi internasional mencapai 2-3 artikel per satu juta penduduk, sedangkan Korea bisa mencapai lebih dari 13 artikel.

Program Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) DP2M DIKTI yang telah bergulir sejak 2004 diharapkan dapat semakin berkembang dan memperkokoh kebutuhan sinergis tersebut. Lebih lanjut pemerintah perlu melihat kembali keseimbangan peran universitas dalam hal pengajaran dan penelitian.

Juga Hi-Link, sebuah project multiyear Dikti yang didanai oleh JICA Jepang . Hi-Link bertujuan memperkuat kapasitas institusi perguruan tinggi dalam mengembangkan kerjasama kolaboratif dengan industri dan pemerintah

Tetapi Kenyataannya saat ini, hanya beberapa peneliti yang berminat mengikuti program seperti Hi-Link dan Riset Andalan Perguruan Tinggi dengan Industri (RAPID) ini . Ada berbagai alasan yang dikemukakan seperti misalnya programnya kurang menarik, programnya terlalu rumit untuk diikuti, programnya menghendaki berbagai persyaratan administrasi yang dianggap oleh peneliti sebagai sesuatu yang rumit, sehingga semuanya ini berdampak pada rendahnya minat para peneliti untuk mengikutinya. Terlihat pada Tahun 2010 DP2M DIKTI hanya menerima 12 full proposal RAPID dari calon peneliti dari berbagai PTN dan PTS di Indonesia.

1. Amanatie , Universitas Negeri Yogyakarta , Inovasi Senyawa Aktif Turunan Xanton Sebagai Obat Baru Antimalaria

2. Eko Adhi Setiawan , Universitas Indonesia , Pengembangan Dan Peningkatan Efisiensi Alat Transfer Daya Listrik Tanpa Kabel Dengan Metode Resonansi Magnetik

3. Hadiyanto, Universitas diponegoro, Pengembangan Photobioreaktor Dalam Produksi Massal Chlorella Sp Dalam Pemanfaatan Biodiesel Untuk Menunjang Industri Minyak di Indonesia.

4. Haryo Dwito Armono, Institut Teknologi Sepuluh November, Rancang Bangun Floating Breakwater High Density Polyethylene untuk Pulau-pulau Kecil di Indonesia

5. Hesti Poerwanto , Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Pengembangan Sistem Kendali Otomatis Gilingan Tebu Pabrik Gula.

6. IGN Wiratmaja`Puja, Institut Teknologi Bandung, Penyempurnaan Rancangan dan Produksi Blok Rem Komposit UntukKereta Api

7. Irman Idris Institut Teknologi Bandung , Sistem Manajemen Logistik Cerdas untuk Aplikasi Pertambangan Batubara

8. Mahmud Imrona Institut Teknologi Telkom, Pengembangan ERP Pendidikan Berbasis Sistem Mutu Untuk Mendukung learning Organization

9. MochamadAryono Adhi , Universitas Negeri Semarang, Pengembangan Hydrolic Differential Dynamometer Motor Roda Dua Sebagai Upaya Penguatan IKM otomotif Di jawa Tengah

10. Muhammad Ary Murti, Institut Teknologi Telkom, Pembuatan Programmable Logic Controller (PLC) Berskala Mikro PLC Berbasis Embedded System

11. Munarus Suluch, Institut TeknologiSepuluh November, Rancang Bangun Manufaktur Panel rumah Tahan Gempa Type Rumah Sederhana

12. Setyo Nugroho, Institut Teknologi Sepuluh November, Pengembangan Lanjut dan Penerapan Piranti Lunak Perencanaan Stowage Kapal Sebagai Cargo Handling Simulator

Padahal di Indonesia terdapat 2.300-an institusi, terdiri dari 86 PTN dan 2.200-an PTS, dan mendidik lebih dari 3,5 juta mahasiswa. Jadi masih sedikit jumlah penelitian yang dihasilkan diindonesia . terutama penelitian yang disponsori oleh DP2M DIKTI ini , untuk itu dalam rangka meningkatkan daya saing industri perlu kebijakan dari pemerintah yang bisa mendorong dan menggalakan penelitian semacam ini .

Langkah yang dilakukan DP2M DIKTI ini perlu kita sambut dan kita dukung mulai dari sisi yang paling efektif yang bisa kita lakukan sebagai orang berkecimpung di BUMN Industri, yaitu menggalakan penelitian untuk menyeselaikan masalah-masalah nyata yang dihadapi BUMN industri sehingga bisa mempercepat peningkatan daya saing industri dengan tujuan akhir memberikan kontribusi dalam membantu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia

III.Usulan Penggalakan penelitian yang melibatkan BUMN Industri dan Perguruan Tinggi.

Pernyataan Prof. Juwono Sudarsono, sosiolog dan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan, pernah menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menjadi bangsa yang besar namun seringkali lemah dalam hal integrasi.

Belajar dari pernyataan tersebut dan tulisan diatas bisa menjadi pembelajaran kita bahwa sinergis adalah kekurangan kita selama ini .

Sinergi adalah kata yang menunjukan bahwa seluruh komponen yang bersinergis harus bergerak bersama-sama untuk memberikan effort yang saling menguntungkan .

Dari Komponen Pemerintah (dikti), sudah menggulirkan program HILINK dan RAPID ini ,. dari sisi Industri sudahkah program khusus untuk menggalakana penelitian ini ? padahal program tersebut dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa terutama daya saing Industri? Kenapa dari Sisi Industri tidak program khusus untuk menyambut program tersebut.?

Untuk itu semua penulis memberikan usulan dengan metode ATM (Amati Tiru dan Modifikasi) dari pengalaman yang dilakukan oleh korea selatan , yaitu pendekatan promotif dan pendekatan mutualisme pasar sebagai berikut :

a) Pendekatan Promotif :

1. Pemerintah Cq. Kementrian BUMN bekerjasama dengan Dirjen Pajak memberikan insentif pajak bagi setiap industri yang mengeluarkan dana penelitian yang bekerja sama dengan perguruan tinggi bisa dijadikan dasar sebagai pengurang pajak.

2. Pemerintah melalui kementrian BUMN memberikan instruksi agar setiap BUMN menggalakan penelitian dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi , sekecil atau sesederhana apapun penelitiananya, termasuk juga penelitian untuk membantu industri kecil disekitar BUMN industri, terutama industri kecil yang mensupport BUMN contohnya industri kecil kapur bakar yang mensupply produknya untuk BUMN Industri baja, dengan menyetujui penggunaan sebagian dana keuntungan perusahaan (seperti halnya Program PKBL) yang salah satunya adalah program kemitraan yang dapat dipakai untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan lain-lain yang menyangkut produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian dan penelitian yang bisa disinergikan dengan program penelitian yang melibatkan perguruan tinggi.

3. Dari Judul Full Proposal RAPID 2010 diatas terlihat masih sangat kurang jumlah penelitian yang ada , pemerintah cq. Kementrian BUMN seharusnya bisa mendorong dan mempromosikan agar masalah-masalah yang dihadapi BUMN yang sangat banyak, bisa diselesaikan melalui pilot proyek penelitian yang melibatkan perguruan tinggi sehingga tercapai solusi yang lebih sempurna dan diharapkan bisa diterapkan di BUMN yang lain.

4. Pemerintah memberikan promosi , perlindungan bagi produk baru hasil penelitian antara BUMN dan Perguruan tinggi , dengan setiap proyek pemerintah diharuskan menggunakan produk tersebut.

b) Pendekatan Mutualisme pasar

1. Setiap BUMN Industri diinstruksikan untuk mengadakan program penggalakan penelitian untuk mencari solusi bagi persoalan nyata yang dihadapi BUMN Industri tersebut dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang kompeten dengan masalah yang dihadapi.

2. Program Inovasi yang ada disetiap BUMN Industri , baik yang program khusus Inovasi atau program lain yang biasa dijalankan seperti proyek kendali Mutu (PKM), Gugus kendali Mutu (GKM) , Sistem Saran (SS) yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah day to day, jika memungkinkan, bisa disinergikan melalui penelitian dengan Perguruan tinggi agar dihasilkan solusi yang lebih ilmiah, komprehensif dan bisa dipakai ditempat (industry) yang lain dan bisa menambah khasanah keilmuan bagi perguruan tinggi.

3. Program penelitian yang melibatkan perguruan tinggi dan Industri ini tidak terbatas pada penelitian yang terkait dengan bidang teknologi manufaktur saja, tetapi juga kerjasama dalam penelitian dalam bidang pemasaran produk, outsourcing bahan baku ,outsourcing tenaga kerja , masalah Human resource development , pemetaan keahlian karyawan , penelitian budaya perusahaan dan segala hal yang terkait dengan peningkatan daya saing industri.

4. Pemerintah melalui Kementrian BUMN dan bekerjasama dengan Kemendiknas mendorong sinergi antara BUMN dan perguruan tinggi dalam program penelitian , dengan menggalakan, memprioritaskan dan mempermudah persetujuan proposal penelitian yang melibatkan perguruan tinggi dan Industri.

Referensi:

(1) Wahyudi Wibowo, 2011. Membumikan Peran Universitas Riset: Belajar dari pengalaman Korea Selatan, Lomba esay Hardiknas 2011, Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan (Perpika).

(2) Thee, Kian Wie. 2005. The Major Channels of International Technology Transfer to Indonesia: an Assessment. Journal of the Asia Pacific Economy, Vol. 10 (2), pp. 214-236.

(3) Yang, Joon-Mo. 2009. University and Industry Linkages: the Case of Korea. Proceeding of Korea Institution and Economics Association (KIEA) International Conference.

(4) Wicaksono, Teguh Yudo, Deni Friawan. 2008. Recent Developments Of Higher Education In Indonesia: Issues And Challenges. EABER Working Paper Series, Paper No.45.

(5) Wikipedia.